20/01/2015

Jelajah Tanah Flores & Timor Day 8 (Bajawa - Ruteng)

Sabtu, 27 Desember 2014

Jalan Jalan Pagi di Bajawa

Sayuran di halaman rumah
Sayuran seger
Pagi itu kota Bajawa sepi banget,bukan karena suasana Natal, tapi mungkin karena ini adalah hari Sabtu dan pas lagi liburan anak sekolah. Rasanya jalanan milik saya sendiri, bahkan saya bisa tidur tiduran di jalan saking sepinya. Ada satu hal yang saya sayangkan selama di Flores ini, yaitu masalah vandalisme. Kayanya tangan tangan anak muda Flores ini gatel gitu pengen nulis nulisin nama dia dan pasangannya ato gengnya di tempat tempat umum. Bajawa ini bagus banget kotanya, tapi sayang di beberapa tugu ada coretan coretan alay ga penting. Sayang banget. Untung aja saya ga nemuin vandalisme di Taman Nasional Kelimutu, awas aja kalo sampe nemu. Saya bakalan kecewa banget dan nyumpahin penulisnya kecemplung di danau Kelimutu.

Sepi nyaaaaaa
Liat di belakang saya, vandalisme everwhere !
Pagi ini rencananya saya mau ke Kampung Adat Bena di kaki gunung Inerie, sebelum cabut ke Ruteng. Selesai berjalan jalan pagi di Bajawa, saya pulang ke hotel untuk mandi dan bersiap siap. Setelah semuanya selesai, saya ke resto hotel untuk nagih sarapan. Ternyata saat itu sarapannya cuma bisa mie rebus telor aja, pegawai hotel minta maaf ke saya karena ga bisa ngasih menu sarapan ala western. Hahaha, saya malah bahagia banget bisa makan mie rebus telur. Selain mengenyangkan, kan enak banget tuh makan yang berkuah hangat di tempat dingin. Yum yum....

Kampung Bena, Kampung Megalitikum di Kaki Gunung Inerie

Setelah sarapan, kami langsung cabut ke Kampung Bena keburu siang dan panas. Om Robert bilang, dalam perjalanan ke Kampung Bena, saya akan disuguhi pemandangan Gunung Inerie yang kemaren sempat tertutup kabut. Gunung Inerie dikenal dengan sebutan "piramida alam" karena bentuknya yang segitiga sempurna. Lebih kelihatan segitiga lagi kalo dilihat dari titik tertentu.

Gunung Inerie si piramida alam
Semakin jauh kami berjalan, gunung Inerie nampak makin jelas dan gagah. Om Robert menawarkan jika saya kesini lagi untuk trekking kesana. Treknya ga terlalu berat kok katanya om Robert. Dan kalo belom berani trekking sendiri, boleh kok ikut tur yang disediakan di Bajawa. Ok deh om, next time ya :)

Gunung Inerie dari dekat, gagah menjulang ke angkasa
Setelah mata dipuaskan oleh pemandangan si Gunung Inerie, akhirnya sampailah kami di kawasan kampung adat. Ada 2 kampung adat disini, antara lain Kampung Bena dan Kampung Luba. Namun Kampung Luba rupanya belum terlalu terkenal seperti tetangganya. Oleh karena itu om Robert memberhentikan mobilnya di persimpangan, sehingga kami bisa melihat terlebih dulu Kampung Luba. Setelah saya melihat Kampung Luba, ga heran kalau mereka ga seterkenal dibanding tetangganya, Kampung Luba kurang menarik dibanding Kampung Bena.

Left or right ?
Setelah sampai di Kampung Bena, kita diwajibkan untuk mengisi buku tamu memberikan uang sumbangan sukarela kepada warga disana. Uniknya, waktu saya kesana, buku tamu dijaga oleh seorang kakek yang udah tua banget, beliau ngomong ke saya pake bahasa inggris. Ya kali, saya dikirain turis mancanegara. Setelah saya liat daftar tamu di buku tamu, ternyata wisatawan dalam negeri jarang banget yang dateng kesini. Bahkan sebagian besar semuanya wisman semua. Dan pagi itu, cuma saya yang orang Indonesia. Hiks, pantesan kakek di Kampung Bena ngomongnya udah pake bahasa inggris.

Deretan rumah rumah tradisional di kampung Bena dari pintu masuk

Berpose dengan salah satu menhir
Kampung adat Bena ini dikenal dengan "kampung megalitikum" karena ketika kita memasuki kampung Bena ini seakan akan kita akan kembali ke jaman batu. Banyak menhir di setiap rumah warga, adanya kuburan batu, dan kontur kampung yang berundak dengan tangga tangga batu. Saya pun segera berpose dengan salah satu menhir yang banyak di berdiri di depan rumah warga. Di sini dibedakan antara rumah wanita dan rumah laki laki. Untuk rumah laki laki, di atap rumahnya terdapat boneka yang memegang pedang, sedangakan di rumah wanita tidak ada pedangnya. Uniknya, ada beberapa rumah yang memajang kepala kerbau. Ini berarti, rumah ini telah mengadakan upacara adat, semakin banyak kepala kerbau yang dipajang, maka semakin sering pula pemilik rumah mengadakan upacara adat. Kemudian saya berjalan sampe ke titik tertinggi di kampung ini. Pemandangannya superb, serasa deket banget sama Gunung Inerie. Dari atas sini, saya bisa melihat kampung Bena secara keseluruhan, bentuknya yang memanjang ke atas sangat serasi dengan kontur pegunungan.

"I feel free" versi kampung Bena

Tapi keindahan ini semua dirusak oleh satu hal yang membuat saya geram. Yup, vandalisme !! Kenapa anak muda jaman sekarang gatel banget tangannya. Mencoret coret fasilitas umum, bahkan tempat wisata yang seindah ini aja dirusak oleh mereka. Bukannya hal kaya gitu justru merugikan negaranya sendiri, dirusak dengan coretan coretan ga penting dari tangan gatel mereka. Iya mending kalo coretannya bagus, ini coretannya asal asalan aja. Ga ngerti sama jalan pikiran mereka. Astaga

Vandalisme di Kampung Bena
Setelah puas menikmati keindahan dari titik tertinggi di Kampung Bena, saya pun segera turun karena saya harus gerak cepat. Karena kami hari ini akan menuju Ruteng. Dalam perjalanan turun, saya sempatkan diri untuk berfoto dengan penduduk asli Kampung Bena. Lucunya, orang sini ga mau kalo foto dalam jumlah yang ganjil loh.

Kampung Bena yang terletak di kaki Gunung Inerie
Minum Moke di Aimere

Setelah selesai melihat keindahan Kampung Bena, kami segera melanjutkan perjalanan menuju Ruteng. Om Robert bercerita tentang tempat pembuatan moke (arak dari buah lontar) di Aimere, dan nanti kami akan mampir kesana untuk melihat proses pembuatannya. Bajawa - Aimere cukup jauh, sehingga saya tertidur dalam perjalanan. Sesampainya di Aimere saya terbangun dan melihat banyak sekali alat penyulingan moke di halaman halaman warga. Kemudian hasil penyulingannya dijual di depan rumah mereka, seperti menjual bensin. Bahkan sepintas saya pikir itu bensin, tapi ternyata itu moke.
Jualan moke kaya jualan bensin
Kami pun berhenti di salah satu rumah warga untuk melihat penyulingan. Tapi sayang, pembuat moke sedang beristirahat siang itu. Sehingga kami ga bisa melihat aksinya menyuling moke. Untuk mengobati kekecewaan kami, mereka menyuguhkan tester moke kepada kami. Mereka menyuguhkan 2 versi, versi yang "pertamax" dan versi yang "premium". Kalo yang pertamax ini kuat banget, saya nyium baunya aja langsung kliyengan. Kalo yang premium agak menengah kadar alkoholnya. Berhubung saya ga bisa minum moke yang haram jadah dah dah, maka om Robert aja yang minum. Om Robert minumnya nyantai sambil angguk angguk, karena dia emang biasa minum moke.. Saya yang nyium aja langsung kliyengan, apalagi kalo minum. Pingsan kali hahaha.
Sekilas kaya air putih, tapi beuh baunya nendang

Ruteng Kota Dingin yang Hangat

Perlahan lahan suasana menjadi berubah. Dari awalnya panas kemudian sekarang mulai mendingin dan jalanan mulai menanjak dan berkelok kelok. Hutan di kanan kiri. Rupanya ini hampir memasuki kota Ruteng. Kemudian om Robert meminggirkan mobilnya di pinggir jalan. "Ini Danau Ranamese, liat liat dulu" Saya kemudian turun dari mobil dan melihat danau yang tenang dan airnya berwarna gelap di bawah sana. Sepintas bentuknya kaya telaga angker di film film horror Suzanna. Dari jauh tampak dermaga kecil kecilan yang nampak usang dan rusak. Saya bepikir keras gimana caranya turun ke bawah sana. Tiba tiba muncullah sepasang bule, kami berbincang bincang sebentar, rupanya dia melakukan perjalanan dari Labuan Bajo - Ende, kebalikan dari kami yang dari Ende - Labuan Bajo.

Telaga angker eh Danau Ranamese
Setelah menikmati keindahan Danau Ranamese ditemani hujan rintik rintik dan kabut tipis, kami kembali melanjutkan perjalanan lagi.

Hujan menyambut di Ruteng
Benar saja, dari danau Ranamese ke kota Ruteng ga terlalu jauh. Dan kami pun disambut hujan begitu memasuki Ruteng. Di Ruteng nanti saya akan menginap di Susteran Maria Berdukacita. Namanya kedengaran sedih ya, tapi jangan bayangkan namanya, tempatnya bagus banget.  Syukurlah bangunan susteran bukan bangunan tua yang angker kaya jaman susteran di SD saya dulu. Untung bangunannya udah modern dan bersih banget. Saya jadi ga takut mendekam di kamarnya yang guede guedeee haha. Hal pertama yang saya lakukan adalah merebahkan badan sebentar dan keluar susteran untuk menikmati udara sejuk dan suasana susteran yang tenang dan bersih. Dan kemudian saya berjalan keliling kota Ruteng. Sejuuuk.




Taman Kota Ruteng
Kantor Bupati Manggarai
Salah satu persimpangan kota Ruteng
Susteran yang sudah ga terpakai di samping Gereja Katedral lama
Gereja Katedral lama
Setelah beristirahat sejenak sambil membeli minuman dingin dan menikmati suasana kota Ruteng, saya melanjutkan jalan kaki lagi menuju Gereja Katedral Baru Ruteng yang bangunannya lebih baru (you don't say) dan sedikit lebih modern. Karena Gereja Katedral lama sudah tak terpakai lagi karena ga mampu menampung jemaat yang membludak. Kami berjalan cukup jauh karena jalan memutar untuk menuju Katedral baru.

Gereja Katedral Baru di Ruteng
Karena hari sudah sore banget, saya nebeng angkot untuk menuju pasar. Soalnya saya mau narik uang di ATM, pundi pundi rupiah saya udah menipis, dan saya udah pusing setengah mati memanage pengeluaran saat itu.
Alhamdulillah sesampainya di susteran, saya bertemu dengan Om dan Tante traveler juga yang malemnya ngajak saya makan malem bareng. Indahnyaaaaa makan gratis. Selesai mandi dan bersiap siap, om dan tante mengajak saya makan malam dengan nebeng mobilnya. Dalam hati saya bertanya tanya kemana kami akan makan. Dan ternyata kami mampirlah di Spring Hill Resto, salah satu restoran paling bagus di Ruteng. Dan pertama kalinya saya makan di restoran sejak trip overland ini. Saya pasrah begitu disuguhkan buku menu oleh waitress nya, dan yang pertama saya liat bukan nama makanannya, tapi harganya ! Hahahaha "Udah tante yang bayar semua, udah nyantai aja" Aaaaaaakkk bahagia banget rasanya, tiba tiba dari dalam hati saya muncul fireworks dan bunga bunga indah bermekaran haha. Alhamdulillah rejeki anak soleh. Malam itu ditutup dengan perut kenyang dan hati yang senang di Ruteng. Setelah sebelumnya, kami rame rame menonton drama korea bersama para suster sebelum tidur.

Good night Ruteng...

Tambahan info :
- Siapkan donasi suka rela saat masuk ke Kampung Bena
- Jaga kebersihan saat berada di Kampung Bena
- Buat yang muslim jangan tergoda minum moke di Aimere ya, itu haram jadah dah :p
- Susteran Maria Berdukacita recommended banget ! Saya ga bisa nyantumin harga fixnya ya, range antara 200-250 ribu. Contact : Suster Adel - 081353763129
- Ingat ! Pintu gerbang susteran tutup jam 9 malam. Jangan pulang di atas jam segitu kalo ga mau tidur di depan gerbang.
- Ini susteran bukan hotel, pelayanan dilakukan oleh para suster. Mereka suster buka pelayan hotel. Hargai mereka ya.

No comments:

Post a Comment