19/01/2015

Jelajah Tanah Flores & Timor Day 4 (Kampung Besikama, Kab. Belu, Timor)

Selasa, 23 Desember 2014

Udah hari ke 4 perjalanan saya di tanah timur Indonesia. Kesan saya selama 4 hari disini adalah, indah banget alamnya. Seperti kata seseorang, sama halnya dengan matahari, Indonesia itu terbitnya juga dari timur. Setuju banget.

Semalem sebelum tidur, saya dipesani Yance untuk tidak bangun siang. Karena hari ini adalah hari terakhir saya di kampung, jadi harus dimaksimalin jalan jalannya.Seperti janji Yance di hari sebelumnya, pagi ini saya akan ke rumah Mama Morin untuk melihat kampungnya pagi hari. Setelah itu, saya diajak melaut oleh Bapak Jonas, melihat bapak ambil ikan indosiar kesukaan saya, dan sorenya Yance ngajak saya keliling keliling naik motor lihat sekitar Besikama.

Pagi itu saya terbangun jam 7 pagi, udaranya seger banget. Saya segera mencuci muka saya di sumur supaya ga malu sama para mama di dapur, anak gadis jam segini baru bangun haha. Selesai cuci muka dan sikat gigi, saya segera ke dapur untuk melihat mama menyiapkan sarapan. Pagi itu, sarapan saya adalah pisang rebus yang kemudian dibakar dan jagung rebus ala Besikama. Sepintas saya lihat, jagung disini berbeda dengan jagung yang biasa saya lihat. Bulirnya jauh lebih besar dan berwarna pucat seperti jagung muda, tapi ketika saya coba, keras seperti jagung tua. Selain direbus, jagung ini dibuat jadi  jagung bose. Jagung bose sepintas bentuknya seperti kolak dengan campuran kacang hijau, Yance bilang ini adalah favorit orang disini. Saya pikir jagung bose ini manis seperti kolak, namun setelah saya coba rasanya cenderung tawar. Saya tertipu. Kemudian saya menjajal pisang rebus yang dibakar, rasanya asam, berbeda dengan pisang di jawa ataupun pisang cavendish. Kata kakak Nandi (ipar Yance) pisang ini hasil kebun. Bahkan semua yang kami makan di meja saat ini adalah hasil kebun.

Pisang bakar & jagung rebus
Jagung bose
Setelah mencicip sedikit, kemudian Yance menyendokkan sesendok sayur jagung bose ke piring saya. Kemudian saya makan sedikit sedikit, karena saya sedikit asing dengan rasanya yang tawar. Dan Yance makan dengan lahap sekali, sambil sesekali berkata "Ini enak banget tau..". Kemudian mama membawakan kami sepiring ikan indosiar goreng panas yang baru matang, "Makan sudah pakai ini" mama berkata. Jyaaahh, pantesan rasanya jagung bose tawar, ternyata emang harus dimakan pake lauk kaaan. Ga nunggu lama, saya langsung mencomot ikan indosiar yang masih panas itu ke piring saya. Saya mencoba jagung bose dimakan dengan ikan goreng itu, cukup memperbaiki rasanya karena ada rasa gurih dari ikan goreng. Jadi rupanya jagung bose ini semacam pengganti nasi, bukan serupa dengan kolak. Ahh, saya salah tafsir hahahaha.

Selesai sarapan saya diajak Yance untuk berkeliling kampung dan sekalian mampir ke rumah mama Morin, karena saya pengen liat kampung tradisional disini. Kami berjalan ga terlalu jauh untuk sampai ke rumah mama Morin, sama seperti kemaren malam. Tapi kali ini ditemani panasnya Besikama yang lumayan menusuk kulit, sehingga saya memilih berjalan di pinggiran saja di bawah naungan pohon. Sesampainya di kampung mama Morin, saya langsung takjub. Kampung mama ini seperti kompleks pemukiman tradisional yang rumahnya lucu lucu dan kecil kecil.




Rupanya begini nampaknya perumahan di kampung mama Morin kalo siang hari, suasananya sepi banget dan damai. Kemudian kami langsung menuju rumah mama Morin. Mama mau ke sumur ngambil air, tapi begitu melihat kedatangan kami, mama langsung balik lagi dan menjamu kami. Saat mama diajak foto bersama, mama malu katanya belum mandi dan cuma pake kaos kutungan aja. "Janganlah foto sama mama, mama belum mandi, pakai baju jelek begini" Padahal saya juga ga pake baju "bener" cuma pake piyama aja.

Foto sama mama Morin di depan rumahnya
Pintu masuk rumah tradisional

Setelah cukup lama kami disana berbincang dengan para mama dan foto foto, kami pun pamit pulang karena masih ada beberapa rencana jalan jalan lagi. Mumpung hari terakhir, maka dimaksimalin jalan jalannya. Sebelumnya, pamit juga sama mama Morin, kalo kami mau pulang ke Kupang besoknya tanggal 24 Desember. Ada warna kekecewaan dari para mama saya pulang di malam natal.

Siang itu saya habiskan mendinginkan badan di depan kipas angin sambil makan buah buahan yang langsung dipetik dari pohonnya.
Sepupu Yance yang lincah banget manjatnya
Rumah di siang hari
Buah jambulan atau buah duwet kalo orang Jawa menyebutnya
Mama lagi menenun
Mama lagi bikin motif
Benang benang inilah yang nantinya jadi selembar kain
Mulai menghitam
Seharusnya siang ini saya pergi ke laut untuk melihat bapak melaut ngambil ikan. Tapi kendalanya adalah sebelumnya kami sewa motor sama salah satu tetangga, tapi motor yang kami tunggu tunggu ga kunjung dateng sampe saya bosen banget nunggunya. Kalo udah keburu sore nanti keburu bapak pulang melaut, saya jadi ga bisa liat aksi bapak deh. Dan ternyata bener, motornya dateng kelewat sore, dan pas banget bapak udah pulang melaut. Begitu saya dan Yance bersiap siap mau berangkat, pas banget bapak dateng. Jyaaaahhhh. Bapak cerita seharusnya siang tadi dia udah selesai dan ditawarin nebeng pulang sama temennya naik pick up, tapi bapak ga mau ikut pulang soalnya mau nungguin saya dan Yance, bapak kasian kalo nanti kami udah nyampe sana eh si bapak udah pulang. Tapi ternyataaaaaaa, saya dan Yance ga dateng dateng, alhasil bapak harus jalan kaki lumayan jauh dari laut ke rumah. Bapak, maaf :(

Baiknya, bapak ga marah dan malah ngerasa ga enak karena saya ga bisa ikut bapak melaut. Seharusnya saya yang harusnya minta maaf bapak, hiks. Untuk mengobati kekecewaan saya, bapak memamerkan hasil tangkapannya,"Bapak tadi dapat ikan hiu, nona" kata bapak sambil mengeluarkan ikan berwarna abu abu itu dari karung. Kemudian saya yang lebay langsung "wah woh wah woh" liatin hiu itu ditangkap bapak."Bapak, bukain mulut hiunya, pengen liat giginya" seru saya. "Bapak, pegang dikit dong hiunya." dan blah blah blah lainnya dan segala kenorakan saya. Saya sedikit ngerasa bersalah sama kampanye "Save Sharks, sharks are not food" Yah mau gimana lagi, hiunya sendiri yang nyamperin pukatnya bapak. Bisa aja pembelaannya hahaha. Setelah memamerkan ikan hasil tangkapannya, bapak lanjut dengan memamerkan madu hasil tangkapannya juga. Seketika begitu dibuka karungnya, lebah lebah yang masih menempel di sarangnya beterbangan kesana kemari. "Nona, nanti bawa madu ini buat bapak dan ibu di rumah ya" kata bapak kepada saya. Terima kasih banyak, bapak.

Bapak menunjukkan hiu hasil tangkapannya
Hiu kecil yang malang
Ikan hasil tangkapan bapak hari itu
Bapak lagi keluarin madu hasil tangkapannya
Madu asli nih bloggie, yumm
Senja Terakhir di Besikama

Setelah pamer hasil tangkapan bapak, bapak menyuruh saya untuk jalan jalan soalnya udah keburu sore dan motornya udah dateng, sayang kalo ga dipake. Untuk mengobati kekecewaan, Yance mengajak saya pergi ke laut, hanya untuk sekedar melihat lautnya aja. Capcus, setelah pamit dengan orang rumah, kami lanjut jalan jalan keliling kampung dan menuju laut. Yeay !! Jalanan di kampung ini seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, bergelombang parah, sehingga selama di atas motor rasanya saya terguncang guncang. Kata Yance ini bisa jadi terapi perontokan lemak, ya kali. Pemandangan menuju laut indah banget, cocok buat dijadiin tempat prewedding hahaha. Yance juga banyak cerita tentang "kebun laut", kebun laut ini tadinya adalah laut, tapi karena airnya surut dan akhirnya jadi daratan dan dimanfaatkan para penduduk untuk dijadikan kebun. Kebanyakan para penduduk ke kebun laut adalah untuk mencari kayu bakar, karena kayu bakar yang kualitasnya paling baik ada di kebun laut ini.

Indah banget
Kebun laut, liat para mama yang sedang membawa kayu bakar di atas kepala
Kemudian Yance memberhentikan motornya dan menyuruh saya untuk teriak sekencang kencangnya. Udah berasa kaya di ftv ftv aja adegan beginian hahaha. Kemudian saya mencoba untuk berteriak sekencang kencangnya, rasanya plong banget. Ini salah satu senja terindah saya, senja di Besikama.
 Setelah puas menikmati pemandangan sambil teriak teriak kaya orang nyasar, kami melanjutkan perjalanan ke laut. Akhirnya saya menemukan ada kampung juga di daerah antah berantah begini, inilah kampung nelayan. Tapi salah satu nelayan menasehati kami untuk ga menuju laut karena hari sudah sore dan jalan menuju laut sedang ga baik, penuh lumpur. Yah, sedikit kecewa karena saya ga bisa melihat laut di Besikama. 


Melihat sagu yang lagi dijemur
Setelah puas berjalan jalan , kami segera kembali ke rumah karena hari mulai sore dan gelap. Sesampainya di rumah, Mama Melly minta diantarkan ke rumahnya. Rumah mama Melly cukup jauh, jadi harus diantar motor atau biasanya mama menggunakan ojek. Berhubung lagi ada yang nyewa motor, mama Melly minta diantarkan pulang. Awalnya Yance menyuruh saya tinggal di rumah saja, tapi karena saya belum puas jalan jalannya, saya maksa mau ikut dengan boncengan bertiga hahaha. Akhirnya Yance setuju kami boncengan bertiga dengan mama Melly. Rasanya boncengan bertiga di jalan yang bergelombang itu seru plus tegang, bahkan saya sesekali tertawa karena saking serunya. Perjalanan menuju mama Melly ditemani sunset yang indah banget, ditambah sepinya jalan raya di Besikama ini membuat suasana makin syahdu dan indah.

Kapan lagi ada jalan raya sesepi ini
Senja di Besikama, Belu Timor NTT
Lonely house
Groofie bertiga sambil ditemani cahaya senja
Akhirnya sampai juga di kampung mama Melly, tapi sayang mama Melly ga membolehkan kami mengantarnya sampai ke rumah. Karena mama takut ada rampok yang mencegat saya dan Yance, karena perampok tau mana pendatang dan mana orang asli. Serem juga ya ternyata di daerah sini masih rawan perampokan. Setelah itu kami berpamitan dengan mama, sekalian ijin pamit besok pagi kami akan kembali ke Kupang. Bye mama !!

Saya sampai di rumah sudah gelap, kemudian saya langsung mandi ditemani cahaya lilin supaya saya ga takut gelap. Selesai mandi, kami semua makan malam dengan lauk ikan hiu kuah asam hasil tangkapan bapak. Malam itu pula lah saya tau makanan tradisional masyarakat sini yang bernama "akar bilang", ini adalah makanan khas Belu yang berupa lempengan sagu pipih yang dicampur dengan kelapa, teksturnya kenyal dan rasanya gurih. Akar bilang ini bukan cemilan, tapi adalah pengganti nasi dan teman minum kopi. Bapak makan akar bilang ini dengan lauk ikan hiu kuah asam. Saya hanya mencoba sedikit saja akar bilang ini, karena sejak kejadian makan jagung bose itu saya jadi lebih berhati hati dalam memilih makanan. Fyi, perut saya mules luar biasa setelah makan jagung bose, kata mama emang kalo buat yang ga terbiasa makan jagung disini perutnya bakal sakit. Haha, saya lemah banget.

Malam itu saya banyak ngobrol dengan ba'i dan bapak, semacam malam perpisahan. Malam itu walaupun hujan deras dan mati lampu, kami tetap mengobrol panjang lebar ditemani cahaya lilin. Kehangatan keluarga ini membuat saya betah berlama lama, sehingga rasanya untuk tidur pun sayang banget. Saya ingin menghabiskan sisa waktu saya di kampung ini dengan sebaik baiknya. Kami ngobrol tentang banyak hal, tertawa bersama, cerita sedih bersama. Hingga akhinya jam 12 ba'i dan bapak pamit pulang supaya saya dan Yance bisa beristirahat karena besok akan kembali ke Kupang.

Fyi, seharusnya malam itu seluruh anggota keluarga dateng sama halnya kaya penyambutan saat saya pertama kali datang. Tapi ternyata keluarga yang lain mengira Yance becanda mengatakan akan pulang pada malam Natal, mereka ga mengira Yance pergi di malam Natal. Sekali lagi, saya merasa bersalah menculik Yance. Dan keesokan harinya setelah kami di atas bis, kami menelepon semua anggota keluarga dan pamit pulang. Mereka tampak kecewa sekali karena pada malam terakhir kami di kampung mereka ga dateng, karena mereka pikir Yance bercanda akan pulang tanggal 24 Desember. 

No comments:

Post a Comment