28/01/2015

Jelajah Tanah Flores & Timor Day 10 (One Day Tour Pulau Rinca)

Senin 29 Desember 2014

Hari itu saya terbangun penuh semangat karena hari ini saya untuk pertama kalinya melihat satu satunya naga purba yang tertinggal di bumi, si Komodo. Hari ini saya ikut one day tour ke Pulau Rinca dan snorkeling ke Pulau Kelor. Kenapa saya ga ikut LOB (Live On Board) ? Selain waktu yang mepet, saya juga belom cukup nyali tidur di atas kapal di tengah tengah laut dengan cuaca kaya gini. Ampun deh hahaha. Tapi sebagian besar alasannya sih karena waktunya ga cukup untuk LOB plus duit saya ga cukup hahahahaahaha. *lupakan. Padahal saya pengen banget ke Gili Laba dan Pink Beach. Apa daya, duit tak sampai.

Saya bergegas segera mandi dan membawa barang barang yang sekiranya diperlukan selama disana. Bawa air minum sebanyak mungkin, pake sendal trekking, dan membawa lotion anti nyamuk. Dan ga lupa mengantongi doa dari sang ibu yang akan menyelamatkan saya selama perjalanan di laut ini. Huihihihi. Selesai bersiap siap, jam 7 pagi saya segera turun untuk sarapan, karena kami memulai melaut jam 8 pagi sesuai instruksi Om Fabi, karena jam segitu arus laut masih tenang dan kapal kami ga melawan arus sehingga solarnya bisa lebih hemat. Pagi itu saya sarapan nasi goreng dan roti tawar. Entah kenapa, sejak trip ini kalo tiba saat sarapan sebisa mungkin saya memasukkan semua makanan yang disuguhkan hahaha. Udah makan nasi goreng, roti pun masuk ke perut saya. Yang penting kenyang ! Dan ga lupa saya membungkus beberapa roti untuk bekal nanti di kapal :p

One Day Tour Pulau Rinca - Pulau Kelor

Selesai sarapan, saya berjalan menuju Pelabuhan Tilong, menyusuri jalan Soekarno Hatta yang dipenuhi dengan dive center, cafe, restoran, dan hotel hotel. Bisa dikatakan jalan ini adalah pusatnya Labuan Bajo, karena disini semua turis berkumpul. Saya berjalan selama 10 menit, sampe akhirnya kami tiba di pelabuhan disambut Om Fabi. "Gapapa kan jalan agak jauh, itung itung olahraga, nanti kan trekking di Rinca" sambut Om Fabi begitu melihat saya keringetan. Setelah itu saya mengikuti Om Fabi menuju kapalnya. Kata Om Fabi, di kapal sudah ada 4 orang. Saya berjalan melewati kapal kapal yang bersandar di dermaga sambil membayangkan seperti apa kapalnya Om Fabi. Jelek kah ? Kecil kah ? Atau bagus ? Hahahaha. Akhirnya sampailah kami di kapalnya, kapal Om Fabi cukup bagus dan besar bloggie. Bisa diisi kira kira sampai 8 orang penumpang dengan 3 orang awak kapal. Di atas meja disajikan teh, kopi, dan termos air panas. Lengkap dengan cemilan berupa cake potong dan keripik. Ini bakal jadi Senin terindah saya hihihihi.

Ga lama, mesin kapal pun mulai dinyalakan, dan perlahan lahan kapal keluar dari "parkiran" dermaga. Dan kami pun mulai berlayaaaar, yeay ! Kembangkan layarmu Pak Fabi ! *ya kali kapalnya ada layarnya hahahaha. Rasanya saat itu saya bahagia banget, setelah selama ini cuma bisa iri liat blogger blogger yang udah ke Pulau Komodo, dan saya selalu ngiler liat foto foto di internet. Akhirnya, saya sendiri bisa merasakan. Makasih Ya Allah :). Perlahan lahan kapal kami pun mulai menjauhi Labuan Bajo, kami makin ke tengah laut. Pemandangannya subhanallah. Gugusan pulau pulau kecil yang tersebar di sekitar Labuan Bajo pun mulai terlihat. Saya hanya bisa memandangi dengan kagum di atas kapal sambil berkata di dalam hati "Alhamdulillah, ini Senin paling indah"




Berawan tapi masih panas
Lucunya (atau saya yang emang norak) laut disini warnanya 3 tone, biru muda, biru ajam sama biru gelap. Keliatan banget batasnya dari kejauhan. Begitu memasuki area biru tua, saya bergidik ngeri dan sedikit merinding. Saya emang takut banget sama air dalem. Bukannya ga bisa renang, tapi ini kan laut, saya ngebayangin yang ngga ngga apa yang ada di dalemnya. Brrr... Pagi itu gelombang ga terlalu kencang, hanya di beberapa titik saja gelombangnya mampu membuat saya miring miring. Tapi tetep seru dan ga menghilangkan kesenangan saya duduk di atas dek kapal. Saat itu saya udah ga mikir lagi mau item kek, mau gosong kek. Yang penting happy !!!

Indahnya Seninkyuuuuu~~
Kapal lain yang melintas
Kemudian, saat sinar matahari mulai panas, saya masuk ke dalam kapal dan menimati pemandangan sambil nyemil keripik dan cake potongan yang disiapkan Om Fabi untuk penumpangnya. Anginnya sejuk, pemandangannya bagus, nikmat mana yang kau dustakan ? Hahahaha. Saya makan ga berhenti berhenti, sampe akhirnya saya mengantuk dan tertidur (tetep yaaaa, Ami selalu tidur dimanapun). Dan ketika saya terbangun, saya masih di laut belom sampe Pulau Rinca. Perjalanan Labuan Bajo- Pulau Rinca ditempuh dalam waktu kira kira 2-3 jam tergantung sang kapten membawakan kapalnya. Untuk Om Fabi ini, dia mengemudikan kapalnya dalam kecepatan yang wajar sehingga kami bisa menikmati pulau pulau yang kami lewati sepanjang perjalanan. Kalo mau request untuk menambah kecepatan pun bisa. Tapi saya pikir, untuk apa cepet cepet nyampe. Kan hari ini mau menghabiskan waktu di pulau pulau kecil dan di laut.

Dan benar saja, untung om Fabi ga bawa kapalnya cepat cepat, kami pun melihat gerombolan lumba lumba yang lagi berenang dan lompat lompatan sambil mengejar kapal kami. Oh my God, bagus bangeeeet dan lumba lumbanya banyak. Om Fabi bilang kalo jarang jarang bisa liat kawanan lumba lumba ini muncul ke permukaan. Ahh senangnya hari itu saya beruntung. Setelah puas melihat lumba lumba itu, kami pun hampir sampai di Pulau Rinca, dari jauh terlihat banyak kapal yang parkir di dermaga Loh Buaya. Saya semakin ga sabar untuk melihat si naga purba, komodo. Saya yang tadinya sembunyi di bawah naungan dek kapal, saking semangatnya pun naik ke atas dek kapal untuk melihat lebih jelas lagi Pulau Rinca yang jadi habitatnya si komodo. Dan ga begitu lama, kapal pun akhirnya merapat ke dermaga, saya langsung kegirangan setelah menginjakkan kaki di Loh Buaya, komodo tunggu aku !! Yuhuuuu

Dermaga Loh Buaya di Pulau Rinca
Sesampainya di dermaga, kami langsung disambut para ranger yang sedang berjaga di area Pulau Rinca ini. Fyi, mereka ga membiarkan pengunjung masuk sendiri tanpa kawalan ranger selepas di dermaga Loh Buaya, untuk mengantisipasi serangan komodo. Okay, untuk bloggie yang bingung kenapa saya ke Pulau Rinca untuk melihat komodo, bukannya ke Pulau Komodo ? Jadi, Taman Nasional Komodo itu terbagi jadi beberapa area, yaitu di Pulau Rinca, Pulau Komodo dan Gili Motong. Tapi kebanyakan orang, hanya tau Pulau Komodo saja, padahal ada 2 tempat lain yang jadi habitatnya komodo. Tapi Gili Motong ga dimasukkan ke dalam jadwal tur, karena di Gili ini belum berpenghuni manusia (katanya).

Bersama Stand Up Komodo
Agak jayus sih, tapi cukuplah menggambarkan komodo itu bahaya. Komodo bukan komedo, camkan !
Disponsori oleh Telkomsel

Saya berkenalan dengan rangernya bernama Pak Fian, beliau orang asli kampung Rinca. Pak Fian orangnya asyik banyak ngobrol sehingga perjalanan terasa ga jayus. Sebelum memulai trekking, kami membeli tiket terlebih dahulu di counter tiket yang tersedia. Dengan 12.500 rupiah maka kami sudah diperbolehkan masuk ke area trekking Pulau Rinca untuk melihat habitat asli hewan komodo. Ditambah biaya 80.000 per grup untuk biaya ranger. Ranger maksimal mengantar 5 pengunjung, diatas 5 harus dikawal lebih dari 1 ranger. Setelah membayar tiket, kami memulai perjalann dengan memilih track mulai dari short track, medium track, dan long track. Saya memilih medium track selama 2 jam perjalanan.

Loh Buaya Walking Trails
Sebelum mulai perjalanan, pak Fian mengingatkan kami untuk mempersiapkan air minum yang cukup untuk trekking ini. Karena kata pak Fian, hanya 30% dataran Pulau Rinca yang dinaungi pepohonan, sisanya padang savana yang panas tanpa naungan. Siapkan topi atau apapun yang menutupi kepala bloggie dari matahari yang rasanya jaraknya cuma sejengkal ya ! Setelah semua perlengkapan kami siapkan, kami mulai berjalan sambil pak Fian menjelaskan tentang komodo dan habitatnya. Kalo siang begini, komodo akan susah ditemukan, karena komodo kebanyakan berteduh dari panasnya siang. Dengan daratan Pulau Rinca yang didominasi padang savana, tentu akan susah menemukan komodo yang sedang berteduh di bawah pohon. Tapi beruntungnya kami, ga lama berjalan kami menemukan anak komodo yang sedang berleha leha di rerumputan ga jauh dari cafetaria. Kata pak Fian, anak komodo ini masih berusia 7 bulan. Ga heran dengan ukuran tubuhnya yang kecil, lebih menyerupai biawak. Sehingga saya ga terlalu tertarik haha. Tapi hebatnya, saya ga menyadari keberadaan anak komodo itu yang jaraknya hanya 3 meter dari saya. Karena warna kulitnya yang ngeblend banget sama warna tanah dan kayu. Kayanya, faktor penyamaran ini lah yang bikin mangsa komodo lengah kalo ada komodo di dekat mereka. Apalagi, komodo remaja masih bisa manjat pohon pula. Kemampuan berburu komodo patut diacungi jempol, karena komodo ini multi talented (halah). Larinya kenceng banget bisa 18km/jam, bisa berenang, bisa manjat pohon, ditambah kibasan ekornya yang bisa bikin luka musuhnya. Padahal sepintas komodo ini kaya makhluk yang ga punya gairah hidup, klemer klemer.

Ga lama, kami menemukan kotoran komodo, Kata pak Fian, kotoran komodo warnanya putih karena dia makan semua bagian tubuh hewan tak terkecuali tulangnya, jadinya kotoran komodo warna putih hasil dari pencernaan tulang tulang mangsanya yang ga terserap tubuh.

Kotoran komodo
Pak Fian membawa kami menuju dapur. Katanya disana banyak berkumpul komodo komodo yang mencium aroma masakan dari arah dapur. Dari jauh ketika hampir sampai di dapur yang dimaksud pak Fian, saya ga melihat adanya komodo, tapi ketika saya memicingkan mata. Disana banyak komodo bloggie !! Ada sekitar 7 komodo lagi tumpuk tumpukkan dan ukurannya gedeeeee banget, beda sama anakan yang tadi saya liat di awal trekking. Sepintas saya sedikit geli karena melihat makhluk buas itu bertumpuk tumpuk dengan kulit yang menjijikkan. Mengingatkan saya sama cicak raksasa hahaha. Tapi di satu sisi saya merasa bangga pada diri sendiri, akhirnya saya melihat makhluk purba satu ini. Subhanallah ciptaan Allah. Saya ga berhentinya berseru dalam hati "Komodoooo.....!!"



Komodo yang saya temuin ini umurnya sudah 20 tahun dengan ukuran lebih dari 2 meter. Semua foto komodo yang ada di sini adalah hasil jepretan pak Fian, selama di area dapur handphone saya dipegang oleh pak Fian. Dia lah yang menjepret komodo komodo itu dari jarak dekat. Soalnya selain saya ga berani, pak Fian juga ga membolehkan pengunjung berdekatan dengan komodo. Karena pak Fian sudah menjadi ranger selama bertahun tahun, dia tau gerak gerik komodo yang membahayakan, jadinya dia lebih berani daripada saya. Ya iyalah, namanya aja pawang.



Kemudian pak Fian menawari saya untuk berfoto dengan komodo. Katanya ga sah ke Taman Nasional Komodo tapi ga bawa 1 foto pun sama komodo hahaha. Saya setuju juga sih, tapi di satu sisi deg degan banget. Jujur ya, setelah melihat langsung komodo, rasanya sumpah tegang banget. Beda kalo liat dari internet ato fotonya aja. Percayalah.

Kata pak Fian "Ga sah ke TNK kalo ga foto sama komodo"
Foto sama komodo ini perasaannya, tegang banget sumpah demi apapun. Pak Fian jauh di depan saya untuk mengambil foto saya sama si komodo. Sedangkan saya tertinggal sendiri di belakang ekor komodo yang berjarak kurang dari beberapa meter aja. Sekali kebas ekornya, mungkin saya bisa terpelanting kali (lebay). Bukannya langsung menjemput saya yang tertinggal sendirian di belakang, pak Fian justru semakin asik memfoto komodo komodo itu dengan hp saya. Saya panik, karena tiba tiba ada satu komodo di bawah kolong yang melirik ke arah saya dengan desisannya yang serem abis. Ini pertama kalinya saya dengar suara komodo. Serem, asli. Saya panik karena komodo itu yang tadinya glesotan tiba tiba menegakkan kepalanya dan bangun sambil mendesis. Pak Fian pun langsung mengisyaratkan saya untuk diam dan jangan bergerak. Saya tegang banget dan rasanya pengen nangis dan mengutuk pak Fian yang meninggalkan saya. Pak Fian kamu tega.

Saya yang lagi kabur dari komodo
Rasanya saat itu saya mulai pasrah kalo dikejar komodo, kata pak Fian kalo dikejar komodo harus lari zigzag. Tapi ya ampun, sempet ga sih mikirin lari zigzag pas dikejar komodo ? Duh. Akhirnya pak Fian pun nyamperin saya dan berkata ga usah panik kalo dalam keadaan tadi. Ciri ciri komodo mau nyerang itu adalah kalo lidahnya menjulur, tanda dia lagi mencium sesuatu. Makanya cewe yang lagi menstruasi dilarang keras ikut trekking karena komodo bisa mencium aroma darah dari jarak jauh. Kami melanjutkan perjalanan lagi setelah drama yang cukup menegangkan di area dapur. Kata pak Fian, nanti kami ga boleh berharap banyak untuk melihat komodo di jalur trekking, karena kalo hari sudah siang begini kebanyakan komodo pada tidur siang.

Kemudian kami mulai memasuki area hutan, habitat aslinya komodo. Udah ga ada lagi jalan setapak, melainkan tanah lumpur yang bercampur dengan daun daun yang berguguran. Jadi jangan lupa pake sepatu atau sandal trekking ya, jangan pake flip flop, ini bukan di pantai. Jadi jangan bayangkan Taman Nasional Komodo ini kaya Taman Safari apalagi kaya kebun binatang. Ini hutan asli habitat para komodo. Tiba tiba, pak Fian menghentikan langkah dan menunjuk ke antara semak semak kering, "Di situ ada komodo, keliatan ga ?" Dan ternyata bener, di antara semak semak itu kalo diperhatikan bener bener ada komodo lagi nyantai. Warnanya ngeblend banget sama tanah dan semak semaknya. Kata pak Fian, sebagai ranger itu matanya harus selalu siaga. Makanya dia selalu lirik kanan kiri atas bawah, jaga jaga kalo ada komodo. Apalagi komodo itu ada yang bersembunyi di atas pohon. Ga lama kami sampe ke area sarang komodo, kalo beruntung kami bisa melihat komodo sedang mengerami telur, tapi sayangnya musim bertelur sudah lewat.

Sarang komodo
Pak Fian cerita, dulu ada turis Jerman yang mati dimakan komodo karena dia terpisah dari rombongan, dan tersesat. Makanya sepanjang perjalanan banyak ditemukan papan peringatan bertuliskan "Stay in Group". Pak Fian menambahkan, komodo adalah hewan kanibal, sehingga ga jarang mereka memakan anak sendiri yang baru menetas. Dan kalo ada komodo yang mati, jarang ditemukan kerangkanya, karena biasanya sudah disantap oleh sesamanya. Komodo yang pernah menyerang manusia biasanya dipindahkan jauh diluar area trekking di Pulau Rinca, semacam dikarantina. Dan denger denger, komodo terganas adanya di Pulau Rinca ini.

Kemudian, berakhirlah trekking kami di area hutan, kami mulai berjalan menuju padang savana yang tidak ditumbuhi pohon, sehingga panasnya juara. Rumput rumput pun banyak yang terbakar, bukan mencoklat karena kepanasan, tapi rumput disini berubah warna menjadi abu abu karena terbakar. Tapi saat kami kesana, Kep. Komodo memasuki musim penghujan, sehingga ga terlalu banyak rumput yang terbakar, hanya tersisa beberapa. Namun jika kami datang di musim kemarau, maka pemandangannya bukan hijau melainkan abu abu kecoklatan.

Kontur perbukitan di Pulau Rinca
Jalanan mulai mendaki dan lumayan melelahkan karena udara yang luar biasa panasnya. Bahkan saya berandai andai kalo bikin telur ceplok di atas jidat saya seketika bisa matang karena saking panasnya udara di Pulau Rinca. Sesekali kami sedikit berteduh di sebatang pohon sambil mendengarkan cerita pak Fian atau sekedar meneguk air mineral yang kami bawa. Seketika tenaga saya terkuras, padahal baru berjalan sebentar saja di padang savana ini. Udaranya yang panas sukses menguras habis tenaga saya. Sesekali saya melihat pak Fian, dia juga tampak sedikit kelelahan. Maklum waktu itu sekitar jam 12 siang, tepat matahari di atas kepala kami. Dan akhirnya kami sampe di bukit letak view point Pulau Rinca yang ikonik. Pemandangannya, indah banget Subhanallah.

Kontur perbukitan yang khas
Perpaduan antara laut, langit, dan bukit. Superb !
Bersama Pak Fian dan tongkat kesayangannya
Bersama tas ransel pink kesayangan
Karena sudah mulai kepanasan, kami segera bergegas untuk turun dan sekedar beristirahat di cafetaria untuk mengakhiri  trekking kami siang itu. Pak Fian banyak cerita mengenai mulai banyaknya investor yang melirik Pulau Rinca ini untuk dibangun hotel. Apalagi saya sejad tadi melihat patok patok berwarna biru tertancap di tanah. Terjawab sudah, kata pak Fian itu adalah tanah yang ingin dikembangkan untuk dibangun hotel. Jujur, saya geram dan kesal sekali. Kenapa sih ada orang yang ga tahan untuk melihat lahan kosong untuk dibangun hotel, bukan malah melestarikannya ? Pak Fian menambahkan, sebenernya ini masih dipertimbangkan mengingat banyak warga yang protes atas rencana ini. Baguslah, semoga selamanya Pulau Rinca ini masih tetep lestari sama seperti saat saya kesana.

Sesampainya di area pengunjung, saya minta diantarkan pak Fian ke toilet. Fyi, disini untuk ke toilet aja harus diantarkan ranger, karena mengantisipasi ada komodo yang menghadang. Ingat ya bloggie, ini habitat asli komodo, bukan taman safari. Kami bergabung dengan para wisatawan yang juga selesai trekking. Mirisnya, hanya kami saja yang orang Indonesia, selebihnya turis mancanegara semua. Kemana sih (yang katanya) pejalan pejalan Indonesia yang pengen mengeskplor keindahan negerinya sendiri ? Saya berkeliling melihat cenderamata yang dijual di cafetaria, rupanya harganya ga ada yang ramah dengan kantong saya. Patung komodo sepanjang 20 cm dihargai dengan harga 150 ribu. Yasudahlah, seengganya saya sudah melihat wujud asli sang Ora, begitu kaya masyarakat lokal memanggil komodo. Setelah mendinginkan badan dan menyadari betapa hitamnya saya, kami pun segera pulang menuju dermaga untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Kelor untuk snorkeling.

Koleksi tengkorak hasil mangsa si komodo

Sempatkan berfoto dulu sebelum pulang. A world heritage site
Dianter pak Fian sampai dermaga
Setelah sampai dermaga, kami berpamitan dengan pak Fian sambil memberi sedikit tips karena telah menemani kami trekking di Pulau Rinca. Dan kebetulan tiba tiba, pak Fian harus segera memandu 2 turis mancanegara karena mereka ga kebagian ranger. Pak Fian pun undur diri, tak lupa saya sampaikan kepada turis itu bahwa pak Fian adalah orang yang baik "He's a good man !" seru saya sambil mengacungkan jempol. Terima kasih pak Fian, semoga rejekinya lancar ya pak ! Saya pamit dulu. Saya segera menuju kapal om Fabi untuk makan siang dan melanjutkan perjalanan menuju Pulau Kelor.

Makan siang di atas kapal
Dalam perjalanan menuju Pulau Kelor gelombangnya lebih kenceng daripada saat berangkat, lumayan membuat saya terguncang guncang di atas kapal. Ditambah dengan mendung yang menggelayut, membuat saya khawatir arus saat nanti snorkeling di Pulau Kelor, semoga semuanya baik baik saja. Udara yang panas banget di Pulau Rinca mendadak berubah menjadi dingin berangin saat kami menuju Pulau Kelor

Ngambil foto aja sampe miring saking terguncangnya saya
Mendung dan bergelombang
Pulau Kelor tempat snorkeling.
Akhirnya kami sampai di Pulau Kelor, pulau tak berpenghuni yang jadi tempat favorit untuk snorkeling. Kami disambut mendung dan gerimis tipis tipis. Saya menurunkan google dan fin saya dari atas kapal. Awalnya saya sedikit ragu untuk snorkeling, mengingat anginnya kencang dan arusnya lumayan kencang. Di luar aja dingin, apa lagi di dalam air pikir saya. Tapi udah kepalang tanggung, mumpung udah sampai, saya langsung nyeburin diri sambil awalnya sedikit kedinginan menggigil. Kemudian ada suara "Badannya direndem di air aja mbak, biar ga kedinginan" Ternyata itu suara mas mas yang lagi snorkeling di dekat saya. Saya langsung berenang ke tengah sambil melihat coral dan ikan ikan yang lucu. Ketika saya hampir sampai di warna air yang rada gelap tangan saya ditarik  "Jangan ke tengah, arusnya kenceng banget" Akhirnya saya hanya snorkeling di area yang ga terlalu dalam, tapi coral dan ikan ikannya lucu lucu bloggie. Sayang, visibilitynya sedikit kurang jelas. Mungkin pengaruh arus, jadinya pasir di dasar laut naik ke permukaan. Tapi sore itu saya cukup menikmati snorkelingnya. Saya mencoba mengecek arus dengan mengambangkan diri saya tanpa berenang, badan saya otomatis terbawa keluar dari arah pantai. Bahaya emang kalo yang ga bisa berenang, jangan pernah pake life vest di saat arus kencang seperti ini karena badan kita jadi jauh lebih ringan terbawa arus. Ini menurut saya aja sih. Hehe.

Hingga akhirnya, kaki saya tertusuk sesuatu di balik pasir, saya rasa itu karang. Resiko snorkeling di tempat yang ga terlalu dalam, lain kali ga boleh nih begini. Bisa ngerusak coral, hiks. Seandainya saat itu kaki saya ga tergores coral cukup dalam dan berdarah darah, mungkin saya ga akan selesai berenang renang di Pulau Kelor ini. Karena saya udah panik melihat darah yang mengucur dari telapak kaki saya, dan dibuat berjalan pun perih, saya segera menyudahi snorkeling dan naik ke atas kapal untuk mengobati kaki saya yang luka. Tapi beruntunglah saya, saat sudah naik di atas kapal, hujan mulai turun. Huuft. Kami pun langsung segera pulang menuju Labuan Bajo. Saat itu saya menikmati teh hangat dan cake untuk menghangatkan diri. Akhirnya kami sampai di Labuan Bajo pukul 5 sore.

Labuan Bajo dari kejauhan
Suasana dermaga sore hari
Senja dari Pelabuhan Tilong, Labuan Bajo
Setelah sampai dengan selamat di pelabuhan, saya berpamitan dengan Om Fabi dan ga lupa mengucapkan terima kasih telah mengaantarkan one day tour ini dengan pelayanan yang memuaskan. Tapi jujur saya kurang puas karena belum ke Pink Beach dan ke Gili Laba yang eksotis itu. Mungkin next time saya akan jelajah perairan Kep. Komodo lebih banyak lagi. Saya pun segera pulang ke Blessing Hotel untuk mandi dan sekedar beristirahat sebentar, karena malam ini saya ingin wisata kuliner ke Kampung Ujung, tempatnya makan seafood yang murah meriah di Labuan Bajo. Fyi, selama 3 malam disini, saya selalu makan di Kampung Ujung, karena emang recommended banget. Makanannya enak dan murah. Nanti di post selanjutnya saya akan kasih info warung langgananan saya yang recommended.

Tambahan info :
- Buat yang cuma pengen liat komodo aja, tapi ga pengen snorkeling atau lainnya, mending ikut one day tour aja ke Pulau Rinca
- Pak Fabi : 081353844706
- Pakai pakaian yang nyaman saat trekking, saya ga menyarankan celana jeans ketat, karena akan membatasi gerak.
- Satu hal, jangan takut kulitnya hitam yah !

No comments:

Post a Comment