15/01/2016

Day 3 : Makassar City Tour

Bus Alam Indah sampai di Makassar jam 5 pagi, saya turun di perwakilan bus di Jalan Perintis Kemerdekaan dan kemudian saya naik taksi menuju penginapan. Taksi satu satunya moda transportasi subuh begini. Ga usah khawatir nyari taksi bloggie, karena begitu bus berhenti di perwakilan, banyak taksi yang udah ngetem. Sepertinya mereka hafal jam kedatangan bus trans Sulawesi. Kemudian saya naik taksi Metro Makassar menuju hotel, damage cost menuju hotel saya di Jl. Ahmad Yani sebesar 50.000. Murah. 

Selama di Makassar saya menginap di Wisma City Inn dengan harga 190.000/malam. Harga yang cukup miring melihat kualitas hotelnya yang terawat dan bersih. Karena saya cek in jam 5 pagi, maka saya dihitung 2 malam. Tapi buat bloggie yang nekat dan ga mau buang uang untuk 2 malam di hotel, kalian bisa tidur di mesjid sampai tiba waktunya cek in hotel jam 12.00. Tapi karena saya sudah memikirkan hal ini sebelumnya, dan saya mulai merindukan belaian bantal dan kasur, saya ambil opsi untuk early cek in saja daripada tidur di mesjid. 

Kamar di Wisma City Inn bener bener recommended abis, bersih dan nyaman. Begitu masuk kamar, hal pertama yang saya lakukan adalah mencuci baju dan underwear, boro-boro merebahkan badan. Setelah beres mencuci, baru saya siap untuk tidur. Selamat pagi, Makassar !




Washtafel bisa menjadi ember darurat untuk mencuci.
Jemur cucian menghadap AC
Saya terbangun jam setengah 12 siang setelah tertidur hampir 7 jam dan kedinginan luar biasa karena temperatur AC saya pasang paling rendah dan blower maksimal agar jemuran saya cepat kering (tips penting, catet !). Sebenarnya saya tidak terlalu tertarik untuk berkeliling Makassar hari ini, namun rasanya nanggung banget kalo udah sampai Makassar tapi tidak menyempatkan jalan-jalan. Baiklah, rencananya hari ini saya ingin wisata kuliner saja, mengingat saya belum makan siang. Pilihan jatuh kepada Konro Karebosi di Jl. Gunung Lompobattang dan Pisang Ijo Bravo di Jl. Andalas. 

Selama di Makassar, saya mengandalkan aplikasi Gojek. Karena saya pikir toh saya ga tau jalan dan saya ga akan pergi jauh-jauh juga. Total saya naik 3x Gojek dengan biaya masing-masing 15.000, dan naik becak sekali dari Losari menuju hotel seharga 15.000. Fyi, Wisma City Inn letaknya sangat-sangat strategis. Kalau niat dan ada barengan buat jalan kaki, saya bakalan jalan kaki saja dari Losari ke hotel. Tapi mengingat pesan teman-teman yang sudah pernah ke Makassar sebelumnya bahwa jangan jalan sendirian di Makassar apalagi cewe, banyak jambret. Waw. Saya akhirnya naik Gojek kemana-mana.

Sesampainya di Konro Karebosi, ternyata tempatnya penuh banget bloggie. Maklum hari ini hari Minggu. Karena saya sendirian, maka akhirnya dapatlah 1 meja kosong nyempil di pojokan dekat dapur. Ahh ga masalah, yang penting makan. Saya memesan satu paket konro bakar dengan nasi, dan minumnya air mineral botolan. Dan ga lama pesenan saya pun datang, konronya gede banget bloggie. Kalau ga terlalu lapar sepertinya bisa untuk 2 orang. Konro bakar adalah iga sapi yang dibakar dengan bumbu khusus kemudian disiram dengan kuah kacang seperti sate, tapi saya berani bertaruh rasanya beda dengan sate (camkan !). Kemudian dilengkapi dengan kuah yang mirip kuah soto. Saya menyeruput sedikit kuahnya dan mengira rasanya bakal seperti soto, namun saya salah. Rasanya ga bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hanya satu kata, ENAK !




Makan makanan khas langsung dari tempatnya memang sangat terasa bedanya. Benar-benar otentik enaknya dan beda dengan konro yang dijual di tempat lain yang pernah saya coba sebelumnya. Kalau ingin mencoba menu lain, disini juga disediakan Sop Konro dan Coto Makassar. Tapi saya saat itu hanya tertarik dengan Konro Bakarnya. Jika mau wisata kuliner di Makassar, rasanya tidak cukup hanya 1 hari. Makan satu porsi konro bakar saja sudah mengenyangkan. Satu paket konro bakar dengan nasi ditebus dengan harga 60.000. Setelah makan yang gurih-gurih, saatnya dessert ! Saya memesan Gojek untuk mengantarkan saya menuju Pisang Ijo Bravo yang terkenal di Makassar. Pisang Ijo Bravo terletak di Jl. Andalas, dan jaraknya tidak terlalu jauh dari Konro Karebosi.

Sesampainya di Pisang Ijo Bravo, saya memesan seporsi Pisang Ijo dan memesan jalangkote. Jalangkote adalah cemilan khas Makassar, sepintas bentuknya mirip dengan pastel, tapi ini beda. Kulitnya lebih tipis, dan isiannya yang membuat jalangkote ini berbeda rasanya dengan pastel biasa. Enak. Jika ingin makanan berat, disini pun disediakan nasi campur, sop buntut, capcay dan gado-gado. Harga yang ditawarkan tidak mahal.

Menu di Warung Bravo 
Pisang Ijo
Jalangkote
Sebagai penggemar pisang ijo, saya sukses dibuat menggelinjang oleh Pisang Ijo Bravo ini saking enaknya. Serius, ini pisang ijo terenak yang pernah saya makan. Kulit hijau yang membalut pisang terasa sangat lembut. Selain pisang, yang menentukan enak atau tidaknya pisang ijo adalah sirupnya. Konon sirup yang digunakan adalah sirup cap DHT, jika bloggie pernah minum sirup tjampolay rasa pisang susu, maka sirup DHT ini rasanya hampir seperti itu. Manis dari sirup cap DHT ini manisnya sangat ringan dan segar, tidak tersisa rasa kemanisan dan eneg setelah meminum sirup dari pisang ijo ini. Saya rekomendasikan Pisang Ijo Bravo ini sebagai pisang ijo paling enak sedunia. Yeah ! Sekedar tips, jika punya waktu banyak luangkanlah untuk membeli sirup DHT ini sebagai oleh-oleh. 

Jalangkote dimakan dengan saus yang berbeda dengan saus botolan. Sausnya lebih encer dan rasanya lebih gurih. Cara makannya, setelah kita gigit jalangkotenya, masukkan sausnya ke dalam jalangkote. Sepintas bentuk sausnya mengingatkan saya dengan saus di Padang yang biasanya dihidangkan dengan bakwan jagung. Yumm !

Setelah kenyang, saya memutuskan untuk menghabiskan waktu berjalan-jalan ke Fort Rotterdam dan Losari. Seperti sebelumnya, saya memesan Gojek untuk mengantarkan saya menuju Fort Rotterdam. Di Fort Rotterdam biaya masuknya tidak dipatok, melainkan seikhlasnya. Saya kasih 10.000 saja, maunya ngasih 5.000 tapi saya ga tega hahaha ! Kere tapi gaya pake ga tega segala. Fort Rotterdam sore itu super rame, taman rumput yang terletak di tengah benteng telah dipenuhi orang-orang yang bersantai di atas rumput. Tempat duduk yang disediakan pun sudah penuh diduduki pengunjung. Saya pun masuk ke museum La Galigo saja, saya selalu suka museum dan sebisa mungkin menyempatkan diri mendatangi museum di kota yang baru saya datangi. Masuk ke museum La Galigo dikenakan biaya 5.000. Di dalam museum disimpan barang-barang yang menceritakan sejarah Makassar.








Cukup menarik melihat-lihat koleksi museum La Galigo karena saya jadi tahu informasi baru tentang Sulawesi Selatan. Mulai dari mata pencaharian masyarakatnya di jaman dahulu, dan kebanggan mereka terhadap kapal phinisi. Setelah puas berkeliling museum, saya kembali keluar dan berkeliling benteng yang cukup luas. Fort Rotterdam merupakan benteng peninggalan kerajaan Gowa Tallo. Konon jika dilihat dari atas maka bentuk Fort Rotterdam ini akan berbentuk seperti penyu yang menghadap ke laut dengan filosofi kerajaan Gowa Tallo akan berjaya di darat dan lautan seperti penyu.

Fort Rotterdam yang ramai
Parkiran Fort Rotterdam
Fort Rotterdam tempatnya bagus dan terawat, jadi tidak ada salahnya jika ke Makassar menyempatkan untuk datang kesini. Tapi sayang sekali vandalisme saya temukan di salah satu sudut benteng.
Fery, Manajemen UIN Alauddin Makassar 2015
Setelah puas berkeliling di Fort Rotterdam, saya melanjutkan perjalanan menuju Losari dengan berjalan kaki. Jarak dari Fort Rotterdam ke Pantai Losari itu deket banget. Jadi kalau ada mamang becak nawarin tumpangan dan mengatakan jaraknya jauh, JANGAN PERCAYA. Fyi, saya lupa dengan pesan teman saya untuk tidak berjalan sendirian di Makassar. Alhamdulillah saya tidak dijambret seperti yang dikhawatirkan teman-teman. Tipsnya mudah saja, jangan mendekap tas secara berlebihan. Itu akan memberi tanda bahwa barang di dalam tas kita itu berharga, dan bukan berarti jangan terlalu lengah juga. Yang wajar saja, berjalanlah normal seperti tidak terjadi apa-apa, jangan lupa pasang wajah “saya bukan turis”


Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan Dari Timur
Tulisan Fort Rotterdam pun tak luput dari vandalisme
Keluar dari Fort Rotterdam berjalanlah ke arah kiri, lurus saja jangan belok-belok maka kita akan sampai di Losari, pantai yang menjadi kebanggan masyarakat Makassar.


Setelah berjalan santai selama 10 menit, sampailah saya di Pantai Losari yang terkenal itu. Jika trotoar mulai dipenuhi penjual pisang epe dan kursi berjejer rapi, serta pemandangan ke laut sudah tidak terhalang bangunan lagi, maka sampailah kita di Pantai Losari.

Penjual pisang epe dan wedang saraba khas Makassar


Hari itu hari Minggu dan Pantai Losari dipenuhi wisatawan baik lokal maupun dari luar kota. Maksud hati ingin mencicipi pisang epe, apa daya perut saya ga mau berkompromi lagi dimasukkan makanan setelah konro bakar, pisang ijo, dan jalangkote. Akhirnya saya hanya lihat dari kejauhan saja si pisang epe. Pisang setengah matang yang dijepit sampe gepeng dan disiram saus gula merah. Yumm !


Tulisan Pantai Losari yang iconic tertutup orang-orang yang berkunjung


Katanya sunset di Losari itu juara banget dan salah satu sunrise terbaik, tapi sayangnya mendung sehingga saya ga bisa lihat sunset juara itu. Selain nongkrong di anjungan sambil liat debur ombak, eh salah di Losari ga ada debur ombak, lautnya tenang bloggie. Kita bisa naik bebek air berkeliling Losari sambil ditemani lagu-lagu cinta berirama melayu dari ST 12, Wali, Asbak Band, Kangen Band, Hijau Daun, Matta Band dan band band lainnya yang namanya ga terpikir di kepala saya. Puas berkeliling di Losari, dan hari mulai gelap saya pun pulang ke hotel dengan naik becak.

NOTE: 
Wisma City Inn Jalan Ahmad Yani No. 34, Makassar (letaknya di ruko di belakang KFC Ahmad Yani) 0411 – 3631168 Rate : 190.000 – 250.000

DAMAGE COST : 
*Hotel 2 malam : 190.000 x 2 : 380.000
*Konro bakar Karebosi : 60.000
*Gojek 3x : 45.000
*Pisang Ijo Bravo : 30.000
*Tiket masuk Rotterdam : 10.000
*Tiket masuk museum La Galigo : 5.000
*Becak dari Losari – hotel : 15.000
Total : IDR 545.000

Bonus pict : Repacking !

No comments:

Post a Comment